Topik Dunia

Ima Matul Maisaroh, Perempuan Indonesia di panggung politik AS

Kiprah perempuan Indonesia di panggung politik AS

topikindo.com – Berawal dari kisah suram, seorang wanita asal Desa Gondanglegi, Malang, Jawa Timur, dijadwalkan akan memberikan pidatonya pada ajang Konvensi Nasional Partai Demokrat, Amerika Serikat.

Ima Matul Maisaroh, diagendakan akan berbicara mengenai pengalaman pribadinya bergulat melawan perdagangan dan penyelundupan manusia, serta kekerasan dalam rumah tangga saat masih bekerja sebagai pramuwisma di Los Angeles, Amerika Serikat.

Ima diundang dalam konvensi yang secara resmi akan memilih Hilary Rodham Clinton sebagai calon presiden dan Senator Tim Kaine sebagai calon wakil presiden AS untuk pemilu presiden AS dari Partai Demokrat November nanti di Stadion Wells Fargo, Philadelphia, Pennsylvania.

Penunjukkan Ima sebagai pembicara didasarkan atas jabatan-jabatan luar biasa yang diembannya di AS.

Ima adalah salah seorang staf di organisasi nirlaba Coalition to Abolish Slavery & Trafficking(CAST) sejak 2012. Ima ditugaskan sebagai pembela dan pendamping korban-korban perdagangan manusia. Menurut data pihak berwenang, setidaknya ada 40 hingga 45 ribu orang korban perdagangan dan penyelundupan manusia di AS.

Dilansir dari IndonesianLantern.com, sebuah situs komunitas warga Indonesia di AS, Ima juga ditunjuk sebagai salah satu dewan penasihat Presiden Barack Obama untuk perdagangan manusia. Bersama tiga anggota lainnya, Ima dipercaya menangani dua dari lima masalah utama, yakni soal pendanaan dan sosialisasi para korban.

Lalu, bagaimana Ima bisa menduduki jabatan-jabatan luar biasa itu? Padahal ia hanya jebolan SMA 1 Khoirudin, Malang?

Sekitar 20 tahun lalu, Ima terjebak dalam situasi yang tak menguntungkan. Ima baru berusia 16 tahun saat orangtuanya menikahkan paksa dirinya dengan seorang pria yang lebih tua 12 tahun dari dirinya.

Ima yang tak bahagia dengan pernikahan itu diam-diam kabur dari rumah. Ima kemudian bekerja sebagai pramuwisma pada sebuah keluarga di Malang. Oleh majikannya itu, Ima ditawarkan untuk bekerja dengan anggota keluarga lainnya yang berprofesi sebagai interior desainer namun bermukim di Los Angeles, Amerika Serikat.

Ima dijanjikan gaji USD150 per bulan dan satu hari libur setiap bulannya.

Ima menerima tawaran itu karena menganggap ini adalah kesempatan besar untuk memulai hidup baru. Apalagi semua keperluannya seperti paspor, visa, tiket perjalanan ditanggung sepenuhnya. Di tahun 1997 itu, atau pada saat berusia 17 tahun, Ima meninggalkan Tanah Air menuju Negeri Paman Sam.

Sesampainya di Bandara Los Angeles, paspor Ima langsung ditahan oleh majikan barunya itu. Mimpi buruk pun terjadi. Ima mendapat perlakuan kasar. Hampir setiap hari Ima dipukul. Gajinya tak pernah dibayarkan.

Ima dipaksa bekerja lebih dari 12 jam sehari. Padahal, AS hanya memberikan batas waktu bekerja 40 jam maksimal dalam seminggu. Jika lebih dari itu, majikan wajib memberikan uang lembur.

Tiga tahun mengalami siksaan, kesabarannya berakhir. Perempuan desa ini nekat menyisipkan sebuah catatan kecil berisi permintaan tolong kepada seorang penjaga anak di sebelah rumah majikannya.

Tetangga inilah yang menolong Ima melarikan diri dari rumah majikannya dan mengantarkannya ke kantor CAST. Setelah beberapa bulan tinggal di rumah penampungan, Ima pun akhirnya bisa tinggal di rumah layak dan bekerja sebagai juru tulis di organisasi yang bergerak di bidang perbudakan dan perdagangan orang itu.

Untuk mendapatkan kembali paspornya, Ima bekerja sama dengan FBI agar dipertemukan dengan majikannya di Bandara Los Angeles, sambil dirinya dipasangi penyadap. Bekas majikannya itu pun datang membawa paspor dan tiket sekali jalan, disertai janji akan mengirim gajinya setelah Ima tiba di Malang.

Karena rumitnya proses penuntutan, misalnya berkaitan dengan keberadaan saksi-saksi dan bekas luka, Ima akhirnya enggan melanjutkan dengan persoalan. Atas dasar itu, FBI pun tidak dapat menggugat bekas majikannya yang berlaku kasar itu.

Kasus tersebut pun terhenti, meski paspor Ima sudah kembali.

Kini Ima sudah memiliki tiga orang anak dan bersuamikan seorang warga Indonesia keturunan Sunda, Jawa Barat yang bermukim di AS.

Bagi Ima, bertemu dengan para pejabat tinggi AS sudah biasa. Namun, ada satu orang yang ingin ditemuinya. Yakni, Hillary Clinton. ”Saya belum pernah bertemu dengan Hillary Clinton,” ujar Ima. Srikandi dari Jawa Timur ini pun berharap bisa bertemu dengan Hillary Clinton di konvensi esok.

Ima Matul Maisaroh, Perempuan Indonesia di panggung politik AS
To Top