Topik Nusantara

Kenapa SBY Terkesan ‘baper’ dan ‘sensi’ pada pemerintahan Jokowi?

Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mendadak menggelar konferensi pers di kediamannya, Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat. Ada sejumlah isu yang dijawabnya, mulai dari keikutsertaan Agus Harimurti di Pilgub DKI, rumah yang diberikan negara, hingga demo besar-besaran 4 November mendatang.

Sejak Joko Widodo menduduki kursi kepresidenan, SBY menjadi sosok yang kerap kali mendapat kritikan dan serangan, baik dari pembantu Jokowi maupun lingkaran Jokowi. Menghadapi itu, SBY juga berkali-kali menjawab kritikan tersebut, mulai dari media sosial maupun video.

Kini, SBY kembali muncul ke publik demi menjawab kritikan dan tudingan yang diarahkan kepada dirinya. Apalagi, dia sempat dituduh sebagai dalang aksi demonstrasi yang berlangsung 4 November mendatang.

Kenapa SBY bisa ‘baper’ sampai ‘sensi’ ketika dikritik pemerintahan Jokowi?

Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Muhammad Budyatna menduga SBY masih mengalami power syndrome, atau sindrom terhadap kekuasaan. Di mana, Ketua Umum Partai Demokrat tersebut merasa telah menjalankan pemerintahannya dengan baik.

“Bisa juga(power syndrome), merasa dirinya sukses selama 10 tahun,” ujar Budy, sapaan akrab Muhammad Budyatna, saat berbincang dengan merdeka.com, Rabu (2/11).

Budy menilai, sikap ‘baper’ atau terbawa perasaan yang dirasakan SBY tersebut tak lepas dari pelbagai kritik yang dilayangkan terhadap dirinya. Apalagi, kritik itu terus berlangsung meski SBY tak lagi duduk di kursi pemerintahan.

“Orang banyak mengritik dia, hingga akhirnya dua merasa terpojok. Terkait pemerintahannya di masa lalu. Apalagi dituduh yang sponsori aksi demonstrasi 4 November,” terangnya.

Dalam beberapa hari terakhir, selain soal 4 November, SBY juga sempat tertampar ketika pemerintahan Jokowi mengungkap hilangnya dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir. Bersama beberapa mantan pejabatnya, SBY memberikan keterangan pers di kediamannya pula.

“Banyak sekali kritik-kritik soal dia selama pemerintahannya, sampai soal laporan TPF Munir juga hilang, orang kan jadi curiga,” sahut Budy.

Selain beberapa hal di atas, Budy juga menduga masih adanya gap yang terjadi antara SBY sebagai petinggi Partai Demokrat dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Di mana, seakan-akan terjadi persaingan keras antar kedua partai.

“Bisa saja (masih tersimpan dendam dengan PDIP), memang Mega enggak pernah mau ketemu. Apalagi sampai dikalahkan 2 kali,” tandasnya.

Kenapa SBY Terkesan ‘baper’ dan ‘sensi’ pada pemerintahan Jokowi?
To Top