Topik Nusantara

Pilkada Sudah Berakhir Saatnya Bersatu Memantau Janji & PR Anies-Sandi

HINGAR-BINGAR helat akbar Pilkada DKI Jakarta berakhir sudah dengan kemenangan paslon Anies Baswedan  dan Sandiaga Uno, namun setumpuk keruwetan persoalan ibukota telah menanti di masa kepemimpinan mereka berdua lima tahun mendatang.

Paslon  Tjahaja Purnama alias Ahok dan Djarot Saiful Hidayat telah mengaku kalah dengan legawa dan berjanji akan menuntaskan sisa kepemimpinan mereka selama enam bulan ke depan.

Anies dan Baswedan saat pidato menyambut kemenangan mereka juga berjanji akan tetap bekerjasama dengan Ahok dan Djarot dan menjadi gubernur bagi semua golongan.

Di tataran teknis, pasangan gubernur baru tentu harus bisa mewujudkan janji-janji kampanye mereka, menunjukkan keterpihakan pada warga miskin, menata kota tanpa penggusuran atau memberikan perumahan warga bagi hampir  separuh dari 12,2 juta penduduk Jakarta yang belum memiliki rumah.

Menyediakan rumah bagi jutaan warga Jakarta tanpa DP atau uang muka seperti yang dijanjikan Anies saat kampanye, tentu bukan perkara mudah, mengingat besarya dana yang diperlukan dan terbatasnya ketersediaan dan semakin mahalnya harga lahan di ibukota.

Kerja keras Ahok-Djarot  membenahi birokrasi Pemprov DKI Jakarta sehingga berorientasi pada pelayanan masyarakat dan menerapkan sistem meritokrasi pada jajarannya, paling tidak, harus dijaga agar tidak mengendur lagi selama kepemimpinan Anies-Sandiaga nanti.

Niat Anies untuk merajut kembali persatuan warga yang terbelah dua di tengah panas dan tajamnya kontestasi pilkada, harus dibuktikan, karena tidak mustahil, kelompok yang merasa paling “berkeringat” untuk mengantarkannya menjadi orang nomor satu di DKI Jakarta akan menuntut “balas budi”.

Suka atau tidak suka, harus diakui Anies berhasil melenggang ke tampuk pimpinan Pemprov DKI Jakarta terutama berkat sukses kelompok tertentu menyulut emosi massa pada sensitivitas agama atau keyakinan dan identitas primordial lainnya.

Berdamai dan saling memafkan

Di level elite, kedua paslon sudah saling memaafkan dan melupakan ajang kontestasi lalu yang diwarnai ujaran kebencian, intrik dan hal-hal negatif lainnya. Namun di akar rumput, luka-luka akibat gesekan keberpihakan pada salah satu calon atau paslon pilihan mereka agaknya tidak begitu saja bisa cepat sembuh.

Silaturahmi yang terkoyak antarsesama keluarga, teman sejawat, sekerja atau antartetangga sehingga saling tidak menyapa saat berpapasan, removed  atau keluar dari grup whatsapp, delete contact atau status unfriend  di medsos lainnya masih menyisakan trauma yang memerlukan waktu penyembuhan.

Direktur Perludem Titi Anggraini menilai, secara umum pilkada berjakan relatif aman dan lancar walau ada catatan di sana-sini mengenai kurangnya surat suara, isu “serangan fajar” dan persoalan teknis lainnya.

Namun ia menggaris bawahi adanya aksi-aksi provokasi dan pengerahan massa, pemasangan spanduk atau pampflet berisi ujaran kebencian atau fitnah  termasuk pada massa tenang menjelang hari pemungutan suara.

Sedangkan Ketua Eksekutif Indobarometer, Chudori menilai, pilkada kali ini mau tidak mau mencermikan level demokrasi bangsa Indonesia saat ini dimana isu primordial masih mendominasi preferensi pemilih, padahal idealnya, pemimpin   terpilih berdasarkan meritokrasi atau kemampuannya.

Sementara pendiri SMRC Syaiful Mudjani berpendapat, kentalnya fenomena keberpihakan pada kesamaan identitas primordialisme justeru terjadi di ibukota nagara yang penduduknya heterogen.

“Bayangkan, bagaimana kuatnya ikatan primordial dan penolakan terhadap pihak lain di daerah-daerah, “ ujarnya seraya menambahkan, kondisi itu menjadi “PR” bagi pendidikan politik bangsa ke depannya.

Sementara Rektor UIN Syarif Hidayatullah Komarudin Hidayat menilai, kemunculan isu-isu SARA di pilkada DKI Jakarta sudah “border crossing” atau meliwati garis batas sikap toleransi yang bisa diterima.

Unggul di seluruh Quick Count dan wilayah

Berdasarkan hasil “quick count” seluruh lembaga survei,  paslon Anies-Sandiaga mengungguli paslon Ahok – Djarot dengan kisaran selisih perolehan antara 15 sampai 18 persen.

Menurut Litbang Kompas, Ahok-Djarot mengumpulkan 42 suara, sementara Anies-Sandiaga 58 persen . Anies-Sandiaga mengungguli lawannya di seluruhnya lima wilayah ibukota. (di Jakarta Pusat 61,68 persen berbanding 38,32 persen, Jakarta Utara 52,19 : 47,81 persen, Jakarta Barat 51,61 persen: 48,39 persen, Jakarta Timur  60,88 : 39,12 dan di Jakarta Selatan 63,26 : 36,74).

Charta Politika mencatat 57,87 persen berbanding 42,13 persen untuk keunggulan Anies- Sandiaga, SMRC 58,06 : 41,94, Indikator 57,89  :  42,11, IndoBarometer 58,50 :  41,50, Voxpol 59,37 : 40,63 dan INews Research 59,02 : 40,98.

Faktanya, kesamaan identitas masih menjadi kunci penentu kemenangan Anies-Sandiaga, termasuk limpahan suara dari paslon Agus Harimurti dan Sylvia Murni (17,05 persen) , sedangkan tingginya tingkat kepuasan masyarakat (diatas 70 persen) atas  kinerja Aok-Djarot sebagai petahana, nyatanya gagal dikonversikan dalam perolehan suara.

Walau pun masih harus menunggu hasil perolehan suara dari KPUD DKI Jakarta pada Mei nanti, sudah dipastikan Anies-Sandiaga memimpin Jakarta untuk lima tahun ke depan.

Warga ibukota tinggal menanti janji Anies-Sandiaga yang disampaikan saat kampanye termasuk untuk menjadi pemimpin semua golongan. Semoga!

Pilkada Sudah Berakhir Saatnya Bersatu Memantau Janji & PR Anies-Sandi
To Top