Topik Nusantara

Ini Poin-Poin yang Jadi Indikasi dan Gelagat Makar 212

“Urusan isu makar sudah dua minggu ini jadi obrolan oleh publik,” cetusku dalam hati sambil membolak balik media cetak yang terbit hari ini.

Bahkan ada media yang memuat berita dengan judul besar “Indikasi Makar di Demo Akbar,”sambil mengutip ucapan Kapolri, Jenderal Tito Karnavian dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Pemberitaan ini  adalah respons akan rencana demo 212.

“Kenapa jadi begini ya, negara kita”, aku menarik napas.

Indikasi Makar

Diberitakan bahwa dalam rencana demonstrasi terkait dengan perkara penistaan agama oleh Basuki Tjahja Purnama, Kapolri membaca gelagat makar dalam poin sbb:

1. Pertemuan sejumlah tokoh nasional. Salah satunya di Hotel Balairung Matraman, Jakarta Timur, pada 9 November lalu, yang dihadiri Ketua Umum FPI Rizieq Shihab, Ratna Sarumpaet, Munarman, dan lainnya. Ratna dan Munarman mengelak membahas makar.

2. Demonstran pada 25 November diminta merangsek masuk dan menguasai gedung DPR.

3. Demonstran diminta membawa bambu runcing untuk melawan aparat.

4. Di media sosial, muncul ajakan menarik uang secara besar-besaran (rush money) di bank hingga menjelang demonstrasi 25 November.

“Apa yang sebenarnya sedang terjadi?” tanyaku tak henti dalam hati, apalagi selalu disinyalir ada aktor politik yang menungganginya tanpa pernah disebut siapa orangnya.

Ruang publik menjadi penuh sesak dengan keraguan dan saling duga siapakah sebenarnya yang telah membuat resah semua anak bangsa?

Semestinya hal ini tak boleh dibiarkan terus dalam ketidakpastian. Sebaliknya harus dijelaskan dan dituntaskan siapa sebenarnya aktor politik yang dituduhkan itu, agar ruang publik nyaman dan tak gaduh lagi.

Kuambil KUHP dan mempelajari, apa sebenarnya yang dimaksud dengan delik Makar itu, agar terang dan jernih pemahaman dan hatipun tentram.

Pidana Makar

Paling tidak ada beberapa pasal yang mengatur pidana makar di KUHP.

Pasal 104 KUHP yang mengatur rumusan Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden/Wakil Presiden diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup.

Pasal 106 KUHP dibunyikan rumusannya, Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian dari wilayah negara, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara paling lama 20 tahun.

Pasal 107 ayat (1) KUHP menyatakan bahwa Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.

Pasal 107 ayat (2) KUHP menyatakan para pemimpin dan pengatur makar tersebut dalam ayat (1), diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun.

“Ah, tak pantas lah tentunya cara makar ini untuk merebut kekuasaan.” Akupun tak setuju. Karena aku yakin negara ini sudah punya mekanisme dan cara cara yang demokratis dengan siklus lima tahunan yang menjadi aturan main.

Untuk antisipasi gelagat makar itu, Polri dan TNI sudah siap mengamankan negeri ini. Dan memang itulah tugas dan kewajiban dua institusi negara kebanggaan kita seturut amanah undang-undang.

Apa Duduk Soalnya?

Isu tentang rencana kudeta atau makar ini menjadi trending topic, meminjam istilah media sosial, dan menarik perhatian seorang Presiden yang tengah menjabat, dan yang baru saja melakukan pertemuan dengan seorang mantan Presiden. Sontak nilai dan gemanya menjadi sangat berbeda.

Tentulah bisa dipahami barangkali informasi yang diterima Presiden diyakini benar dan karenanya harus diantisipasi. Salah satu caranya Presiden melakukan safari politik maraton berdialog dan berdiskusi untuk mencarikan jalan keluar yang elegan.

Sekalipun demikian rasa was was publik sampai saat ini masih belum punah setelah membaca berbagai statement bahwa jika ada keadaan darurat maka Presiden selaku Panglima Tertinggi TNI akan mengerahkan satuan-satuan khusus  untuk menindak “musuh negara”.

“Sedemikian mencekamkah suasana kita sekarang?” pikirku lagi seraya berharap ada penjelasan cepat dan tuntas siapa yang akan melakukan makar itu dan ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku. Bagaimanapun isu ini sudah menggelisahkan kalangan masyarakat.

Ada banyak pertanyaan yang harus dijawab terutama dampak dari isu makar yang tak kunjung berakhir ini. Satu diantaranya adalah terganggunya ekonomi rakyat.

Sudah menjadi hukum pasar, bila ada ketidakpastian bahkan kecemasan  bakal terjadinya krisis politik dan keamanan, pasar pun “nerveous” dan bereaksi negatif dan akhirnya menjadi sulit untuk  dikontrol. Kalau ekonomi jatuh, rakyat jugalah yang menjadi menjadi susah.

Di ruang publik juga muncul pertanyaan dan sinyalemen rencana makar ini dimainkan pihak luar, yang mencari keuntungannya sendiri atau kelompoknya. Benarkah?

Dengan sengaja menciptakan kekacauan atau “political chaos” untuk kemudian pihak itu mendapatkan keuntungan daripadanya. Sangat disayangkan, jika ini benar.

Pertanyaan lain pun muncul, “Memang negara mana yang mau berbuat seperti itu? Apa betul ada indikasi ke arah sana?”

Mari Jaga NKRI

Mari jaga NKRI. Mari merawat NKRI. Tak boleh ada makar. Jangan ada pihak manapun di negeri ini yang memimpikan untuk mendapatkan kekuasaan politik dengan cara merebutnya dari tangan yang sah. Sebab, semua anak bangsa telah berbulat hati untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan politik melalui cara-cara yang demokratis.

Ada pemilihan umum yang secara reguler diselenggarakan setiap 5 tahun. Itulah amanah konstitusi yang harus kita junjung tinggi dan lakukan.

Kalau ingin menjadi Presiden dan Wakil Presiden, ikutilah proses pemilihan umum. Jangan menjegal dan merebut dari pemilik sahnya di tengah jalan. Apalagi jika melalui makar.

Semua anak bangsa terutama rakyat kecil yang tidak selalu berdaya  sungguh memerlukan perlindungan, kejelasan dan kepastian. Rakyat telah memberikan mandatnya kepada para pemimpin dan wakil-wakilnya melalui Pemilu 2014 dan Pilkada-Pilkada yang telah diselenggarakan.

Saatnya para pemimpin menjalankan kewajibannya kepada rakyat dengan cara memberikan ketenangan, dan bukan sebaliknya menaburkan ketakutan.

Presiden secara moral dan politik wajib melakukan dan menjawabnya. Presidenlah yang paling bertanggung jawab atas apa yang terjadi dan tidak terjadi di negara ini. Adalah kewajiban Presiden untuk menenangkan rakyat terutama dalam isu ini, dan penting untuk menjelaskan situasi yang sebenarnya.

Begitulah harapanku terhadap Presiden Jokowi.

Negeri ini besar, indah dan luas lengkap dengan segala dinamikanya. Diperlukan “sinergy” yang tulus untuk memastikan “unity” sebagai basis kita bersama menjaga rumah besar Indonesia yang ber “integrity”.

Komunikasi yang cantik dengan semua anak bangsa adalah energi yang penting memastikan spirit membangun negeri secara berkesinambungan, dari Presiden pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima, keenam sampai ke Presiden ketujuh bagaikan tenunan NUSANTARA yang dibalutkan didalam tubuh bernama INDONESIA agar tetap terjaga utuh. (Oleh: Hinca IP Pandjaitan XIII)

Ini Poin-Poin yang Jadi Indikasi dan Gelagat Makar 212
To Top