Mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akhirnya buka suara terkait pemberitaan akhir-akhir ini yang menyebutkan bahwa dokumen-dokumen kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia Munir Said Thalib telah hilang pada era kepemimpinannya.
Munir meninggal dalam penerbangan pesawat Garuda Indonesia menuju Amsterdam pada September 2004, atau satu bulan sebelum SBY dilantik di masa jabatannya yang pertama.
“Ketika aktivis HAM Munir meninggal, saya masih berstatus sebagai calon presiden,” kata SBY di akun resmi Twitter dia, Minggu (23/10) malam.
Secara singkat SBY menyebutkan bahwa pemerintahannya telah membentuk tim pencari fakta (TPF) dalam kasus Munir.
Pekan lalu, kelompok aktivis HAM Setara Institute mengatakan SBY merupakan pihak yang paling bertanggung jawab menyusul hilangnya dokumen TPF kasus Munir. Pasalnya, TPF dibentuk dan bekerja pada masa pemerintahan SBY tahun 2005.
“Terkait dokumen TPF kasus Munir yang hilang dari arsip Sekretariat Negara, pihak yang paling bertanggung jawab adalah Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono, karena TPF dibentuk dan bekerja untuk SBY pada 2005,” ujar Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos.
Menanggapi hal tersebut, SBY dalam rangkaian kicauannya di Twitter mengatakan “memilih menahan diri dan tidak reaktif” serta menjanjikan akan memberi penjelasan dalam dua-tiga hari ke depan.
Munir dibunuh dengan racun arsenik dalam dosis mematikan dan tewas dalam pesawat Garuda pada 7 September 2004. Pengadilan telah menyidangkan sejumlah terdakwa dalam kasus ini, termasuk mantan pilot Garuda Pollycarpus Priyanto yang akhirnya dihukum 20 tahun penjara setelah sempat divonis bebas, dan mantan awak pesawat Rohainil Aini yang dihukum satu tahun.
Namun terdakwa otak pembunuhan Muchdi Purwoprandjono, mantan deputi Badan Intelijen Negara, bebas di tingkat kasasi.
Kasus Munir ini kembali menjadi pemberitaan setelah pemerintahan Joko Widodo menegaskan tidak akan membuka lagi kasus tesebut.
Berikut penjelasan SBY di akun Twitter @SBYudhoyono (tanpa diedit):
Dua minggu terakhir ini pemberitaan media & perbincangan publik terkait hasil temuan TPF Munir amat gencar.
Saya amati perbincangan publik ada yg berada dlm konteks, namun ada pula yg bergeser ke sana – ke mari & bernuansa politik.
Dlm dua minggu ini pula, sbg mantan Presiden, saya terus bekerja bersama para mantan pejabat KIB, utk siapkan penjelasan.
Kami buka kembali semua dokumen, catatan & ingatan kami – apa yg dilakukan pemerintah dlm penegakan hukum kasus Munir.
Yg ingin kami konstruksikan bukan hanya tindak lanjut temuan TPF Munir, tetapi apa saja yg telah dilakukan pemerintah sejak Nov 2004.
Utk segarkan ingatan kita, Alm Munir meninggal dunia di atas pesawat Garuda yg tengah menuju Amsterdam 7 September 2004.
Ketika aktivis HAM Munir meninggal,saya msh berstatus sbg Capres. 3 minggu setelah jadi Presiden, Ibu Suciwati (isteri alm) temui saya.
Kurang dari seminggu setelah pertemuan itu (TPF Munir belum dibentuk) kita berangkatkan Tim Penyidik Polri ke Belanda.
Aktivitas pemerintah & penegak hukum selanjutnya, segera kami sampaikan kpd publik. Saya ingin publik tahu duduk persoalan yg benar.
Saya memilih menahan diri & tak reaktif dlm tanggapi berbagai tudingan.Ini masalah yg penting & sensitif. Jg soal kebenaran & keadilan.
Penjelasan yg akan kami sampaikan dlm 2-3 hari mendatang, haruslah berdasarkan fakta, logika & tentunya juga kebenaran.