topikindo.com – SETIAP orang pernah terluka dan patah hati. Mereka membutuhkan rasa nyaman, dan itu bisa didapatkan lewat pelukan atau perhatian. Di Amerika Serikat, pelukan menjadi bisnis paling prospektif. Sejak 2012, banyak pebisnis yang mendirikan perusahaan layanan jasa cuddle alias pelukan kasih sayang dan perhatian.
“Saya ingin semua orang tahu bahwa mereka tidak sendiri,’’ ujar Kelly Peterson. Perempuan 49 tahun itu mendirikan Cuddle Connection, sebuah perusahaan penyedia jasa teman curhat dan pemberi pelukan, dua tahun lalu. Awalnya, Peterson memberikan jasanya secara cuma-cuma. Namun kini, semua butuh imbalan.
Peterson merintis bisnis tersebut di Kota Roseville, Placer County, Negara Bagian California. Mantan guru itu lantas menawarkan jasa berbayarnya. Namun, sesekali, dia tetap memberikan pelukan secara gratis atau sekadar mendengarkan keluh kesah kliennya secara cuma-cuma. “Kita semua pernah terluka dan patah hati dengan cara yang berbeda-beda,’’ kata perempuan berstatus janda tersebut.
Tak disangka-sangka, permintaan jasa peluk dan teman curhat Peterson membeludak. Dia menjadi sangat sibuk pada musim liburan. Khususnya, libur Natal dan tahun baru. ’’Telepon saya tidak pernah berhenti berdering karena pada masa-masa itu, tidak ada seorang pun yang mau melewati momen bahagia tersebut tanpa teman,’’ paparnya.
Saking sibuknya, dia sampai harus mempekerjakan beberapa cuddler, istilah bagi pemberi jasa cuddle. Kini, popularitas Peterson pun setara dengan Jacqueline Samuel. Perempuan 31 tahun itu, konon, adalah pencetus pertama bisnis pelukan dan perhatian berbayar tersebut.
Pada 2012, dia menawarkan jasa tidak biasa itu di tokonya yang terletak di Kota Rochester, Monroe County, Negara Bagian New York. Alasannya klasik, dia butuh dana untuk membiayai pendidikan masternya. “Awalnya saya hanya penasaran pada reaksi publik,’’ ujar Samuel.
Di luar dugaan, jasa tidak gratis itu membuatnya berpenghasilan sekitar USD 8.000 atau setara Rp 106,6 juta di bulan pertama bisnisnya. Untuk melayani para kliennya, dia sampai harus mempekerjakan dua orang di bulan pertama bisnisnya itu. Kesuksesan Samuel itulah yang lantas menginspirasi orang-orang seperti Peterson.
Namun, layaknya bisnis baru, layanan jasa peluk-memeluk dan perhatian berbayar itu juga menuai protes. Sebagian kalangan menganggap pelukan, perhatian, dan kasih sayang yang dibeli itu menjadi gerbang menuju hubungan yang tidak sehat. Misalnya, perselingkuhan atau hubungan seksual. Sebab, biasanya, klien menginginkan cuddler yang berbeda jenis kelamin. Meski, ada juga yang lebih nyaman dengan sesama jenis.
“Ditinjau dari sisi hukum, praktik cuddle berbayar seperti ini berada di zona abu-abu. Sebab, cuddle bisa berlanjut pada hubungan fisik lain dan akhirnya pada hubungan seksual,’’ kritik Michael Vitiello, kriminolog dari University of the Pacific McGeorge School of Law. Tapi, Kepala Polisi Roseville Daniel Hahn merasa tidak perlu mengkhawatirkan apa pun. Lagi pula, sejauh ini, belum pernah ada keluhan.
Lepas dari kontroversi tersebut, bisnis pelukan yang kian populer menjadi bukti bahwa jumlah manusia yang merasa kesepian semakin banyak. Beban kerja yang berat dan tuntutan ekonomi yang tinggi membuat manusia tidak lagi punya waktu untuk memperhatikan kebutuhan sosialnya. Bahkan, untuk sekadar curhat atau mendapatkan rasa nyaman dan diperhatikan pun, manusia modern rela membayar mahal.