Disiarkan langsung oleh stasiun televisi, sidang kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin dinilai dapat menjadi preseden buruk bagi perkembangan hukum di Indonesia.
Ini karena apa yang terjadi di persidangan dapat diketahui publik.
Sehingga dikhawatirkan akan dimanfaatkan sejumlah pihak untuk membentuk opini.
“Kok bisa sidang terbuka, tetapi disiarkan ke seluruh Indonesia menit demi menit,” ujar Psikolog Sarlito Wirawan Sarwono, kepada wartawan, Selasa (20/9/2016).
Dia membandingkan situasi di sidang yang menjerat terdakwaJessica Kumala Wongso itu berbeda dengan situasi sidang di Amerika Serikat.
“Di Amerika tidak boleh. Media massa (meliput) situasi sidang diwakili coretan artis. Tak bisa dibuka. Dewan juri diisolasi tanpa menggunakan pesawat telepon,” kata dia.
Adu pendapat antara para ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan tim penasehat hukum Jessica dapat disaksikan oleh masyarakat secara langsung.
Belum lagi, menurut dia, ada upaya Otto Hasibuan, penasehat hukum, membuat Jessica seolah-olah tampak polos, jujur, dan tidak bergeming. Sehingga muncul persepsi orang ini tida bisa membunuh.
“Publik opini ditimbulkan untuk vonis ke publik bukan ke hakim. Jangan terpana gesture terdakwa,” tambahnya.
Sarlito adalah saksi ahli yang dihadirkan JPU di persidangan kasus pembunuhan Mirna.
Dalam kesaksiannya, Sarlito lebih banyak menyalahkan Jessica sebagai terduga pembunuh Mirna.
Misalnya ketika Sarlito mengatakan, Jessica Kumala Wongso, tidak langsung membantu Wayan Mirna Salihin saat dia kejang-kejang seusai meminum es kopi vietnam. Simpulan itu diperoleh setelah dia menganalisis tayangan CCTV.
“Sepanjang saya lihat malah menjauh sebentar dari tempat duduk, melihat sampai orang datang menolong Mirna, dan menolong ketika diminta,” ujar Sarlito dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (1/9/2016) lalu seperti dikutip dari Kompas.com.
Lazimnya, kata Sarlito, saat melihat teman sakit ringan pun, seperti batuk-batuk atau sesak napas, seseorang akan langsung merespons dan menolong temannya itu. Hal tersebut tidak tampak pada diri Jessica.
“Dia menjauh dari objek, tapi tertegun sebentar. Baru setelah ada reaksi, dia ikut (menolong),” kata dia.
Sarlito kemudian memberikan analogi dalam kasus pembunuhan. Dia mencontohkan seorang istri yang dibunuh suaminya. Si suami menghindar terlebih dahulu baru mendekat. Saat mendekat, bahkan si suami turut membantu polisi mencari pelakunya.
“Padahal, dia (suami) pelakunya,” ucap Sarlito.
Dalam kasus kematian Mirna, Jessica juga tampak menjauh beberapa meter dari posisi Mirna, namun tidak bisa menghindar terlalu jauh hingga ke luar kafe.
“Tidak bisa menjauh karena keterbatasan lokasi,” ucapnya.
Wayan Mirna Salihin meninggal setelah meminum es kopi vietnam yang dipesan oleh Jessica di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Rabu (6/1/2016). Jessica menjadi terdakwa kasus tersebut.
JPU memberikan dakwaan tunggal terhadap Jessica yakni Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana