topikindo.com – Pakar komunikasi dari Universitas Indonesia, Ade Armando, memberi analisisnya terkait dengan gaya komunikasi Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang meledak-ledak. Hampir semua pihak yang berhubungan dengan Ahok pernah menjadi sasaran amarahnya, termasuk redaksi Tempo.
“Sejak awal menduduki jabatan di pemerintahan, Ahok diserang terus-menerus, mulai soal keluarga, suku, hingga agama,” ujar Ade Armando saat dihubungi pada Senin, 23 Mei 2016. “Itu yang membuat mental Ahok jadi defensif, mental bertahan.”
Menurut Ade, akibat berbagai serangan politik terhadapnya, Ahok menjadi kebal kritik, cenderung bertahan, serta tidak mengindahkan pihak yang dinilai menyerangnya. Selain itu, karena terlalu sering diserang dari berbagai sisi, Ahok kian lama kian tidak bisa membedakan mana yang menyerangnya karena benci semata (hater) dan mana yang sekadar memaparkan fakta yang kebetulan merugikannya. “Dia jadi emosional dan tidak bisa membedakan mana media yang mengkritik secara obyektif,” ucap Ade.
Faktor lain di luar kondisi eksternal itu, ujar Ade, adalah pembawaan Ahok yang memang seperti itu. Ade menyebutkan gaya komunikasi Ahok memang aslinya gampang meledak, karena Ahok suka berbicara secara langsung tanpa basa-basi. “Gaya dia kan straight to the point and low context,” ujar Ade.
Ade menjelaskan, politikus dengan gaya komunikasi semacam Ahok memiliki gaya bicara apa adanya. Karena itu, publik, tutur dia, tidak perlu sampai menganalisis dan menduga-duga ada apa di balik pernyataan verbal yang disampaikan Ahok secara langsung. Menurut Ade, tidak ada makna ganda atau konotatif dalam pola komunikasi Ahok.
Meski demikian, kata Ade, jika Ahok terus menggunakan gaya komunikasi seperti itu, bukan tidak mungkin citranya di publik akan menurun. Karena itu, Ade menyarankan Ahok memiliki juru bicara atau pelatih komunikasi. “Kalau tidak, nama dia bisa buruk.”