Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan Presiden RI Jokowi telah menyiapkan opsi penyelesaian kisruh perubahan status kontrak PT Freeport Indonesia.
Kendati tidak menjelaskan secara gamblang, Luhut yang ditemui di Kemenko Kemaritiman Jakarta, Jumat, mengaku opsi tersebut sejalan dengan apa yang disampaikan Presiden Jokowi beberapa waktu lalu mengenai sikap yang akan diambil. “Ya, kita tunggu saja sebentar (soal win win solution),” katanya.
Menurut mantan Menko Polhukam itu, sikap pemerintah jelas, terutama terkait dengan divestasi saham 51 persen. “Masa bangsa Indonesia sudah 50 tahun enggak boleh minta saham 51 persen? Akan tetapi, kita bikin tenanglah, baik-baiklah, kita tunggu saja sambil jalan. Presiden saya kira sudah menentukan sikap,” katanya.
Terkait dengan permintaan Freeport agar ketentuan pajak bisa diberlakukan naildown atau tetap seperti halnya diatur dalam Kontrak Karya (KK), bukan berubah-ubah (prevailing) sebagaimana diatur dalam izin usaha pertambangan khusus (IUPK), Luhut mengatakan hal itu seharusnya tidak jadi masalah bagi Freeport.
Pasalnya, dia menilai kecenderungan besaran pajak makin lama justru makin menurun. “Pajak itu kan menurun, ya, cenderungnya. Jadi, saya kira enggak ada masalah,” katanya.
Luhut mengaku pemerintah juga tengah mempertimbangkan keringanan bagi perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu. Hal itu penting lantaran pemerintah tetap ingin investasi asing bisa masuk dan tidak dipersulit. Namun, Luhut menekankan Freeport juga harus mematuhi aturan yang berlaku di Tanah Air.
“Ya, mana yang paling baik. Kita tetap ingin investasi asing tetap datang kepada kita dan sampai sekarang kan cukup bagus. Smelter kan bagus. Jadi, kita juga tidak mau mempersulit orang investasi di Indonesia. Akan tetapi, biar bagaimanapun mereka harus mematuhi peraturan kita,” tegas Luhut.
Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara, memperpanjang pelaksanaan ekspor konsentrat dengan sejumlah syarat, yakni pemegang KK harus beralih operasi menjadi perusahaan IUP (izin usaha pertambangan) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) serta membuat pernyataan kesediaan membangun smelter dalam jangka waktu lima tahun. Syarat lain adalah kewajiban divestasi hingga 51 persen.