Meski KPU DKI Jakarta belum menetapkan calon secara resmi, kerja keras untuk merebut pemilih Jakarta telah dilakukan. Saiful Mujani Research Center (SMRC) melakukan survei pada 1-9 Oktober 2016 dengan jumlah responden 648 warga DKI yang ditarik secara multistage random sampling.
Margin of error rata-rata sebesar kurang lebih 3,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Survei didanai oleh SMRC sendiri. Populasi tersebar 23,3 persen di Jakarta Barat, 10,9 di Jakarta Pusat, 22,1 persen di Jakarta Selatan, 27,4 persen di Jakarta Timur, 16,0 persen di Jakarta Utara, dan 0,3 persen di Kepulauan Seribu.
Survei itu menunjukkan elektabilitas terbesar masih dipegang oleh petahana, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan Djarot Saiful Hidayat. Jika pemilihan dilaksanakan saat survei diambil, maka 45,4 persen responden memilih Ahok-Djarot. Agus-Sylvi dipilih 22,4 persen dan Anies sebanyak 20,7 persen. Sisanya sebesar 11,6 persen tidak tahu atau tidak menjawab.
Kinerja petahana
Direktur Program SMRJ Sirojudin Abbas menyebutkan, alasan kuatnya dukungan terhadap pasangan Basuki-Djarot erat kaitannya dengan tingkat kepuasan warga DKI terhadap kinerja Ahok, sapaan Basuki.
Mayoritas warga DKI sebesar 75 persen merasa puas dengan kinerjaAhok-Djarot.
“Ini merupakan peningkatan 5 persen dari kepuasan terhadap kinerja Ahok pada survei Agustus 2016. Sementara itu, yang kurang atau tidak puas hanya mencapai 22 persen,” kata Sirojudin di Hotel Pan Pacific, Jakarta Pusat, Kamis (20/10/2016).
Sirojudin menuturkan, kepuasan masyarakat diukur dari beberapa indikator, yaitu kondisi rumah sakit dan Puskesmas dengan kepuasan sebesar 92 persen, pelayanan di kecamatan dan kelurahan sebesar 90 persen, gedung sekolah 90 persen, air bersih 89 persen, jaringan listrik 89 persen, dan kondisi jalan 88 persen.
Kemudian, kebersihan dan pengelolaan sampah sebesar 80 persen berada dalam kategori baik atau sangat baik. Warga juga menyatakan puas dengan kinerja Pemprov DKI menangani banjir, menangani sampah, dan yakin dengan program beasiswa untuk keluarga miskin.
Kepuasan terendah ada pada kondisi kelancaran transportasi dengan tingkat kepuasan 49 persen. Pelaksanaan pemerintahan di DKI Jakarta juga dinilai sangat baik oleh 6 persen responden, 55 persen responden menyatakan baik, dan 30 persen responden menilai sedang, 8 persen buruk, sementara sisanya tidak tahu atau tidak menjawab.
Terkait isu perekonomian di Jakarta, 41 persen responden menilai keadaan ekonomi Provinsi DKI Jakarta lebih baik dari tahun lalu, dan 45 persen responden menilai keadaan ekonomi rumah tangga mereka lebih baik dari tahun lalu. Sisanya menjawab tidak ada perubahan dan lebih buruk.
“Penilaian terhadap pelaksanaan pemerintahan smekain positif dan tren penilaian atas kondisi ekonomi juga cenderung positif,” kata Sirojudin.
Hal ini dikuatkan dengan alasan pemilihan para responden. Sebesar 26,4 persen memilih pasangan calon atas dasar sudah ada bukti nyata hasil kerjanya. Ahok dan Djarot pun dipilih oleh 48,8 persen responden atas bukti kerjanya.
“Analisis regresi multinominal menunjukkan bahwa penilaian pemilih terhadap pelaksanaan pemerintahan, kondisi ekonomi, dan kinerja petahana berpengaruh signifikan terhadap keputusan memilih calon gubernur dan wakil gubernur,” ujar Sirojudin.
Petahana dinilai unggul karena pemilih Jakarta cenderung rasional dan lebih mengandalkan kinerja. Petahana sangat dipengaruhi oleh penilaian warga atas kinerjanya. (Baca: Ini Sanksi bagi Lembaga Survei yang Berpihak)
Siapa pemilih Jakarta?
Sosio-demografi pemilih Jakarta boleh jadi hal yang harus diperhatikan tiga pasangan calon. Ahok-Djarot unggul di semua kelompok demografi. Mulai dari laki-laki (50,7 persen) hingga perempuan, (39,8 persen).
Di rentang usia, nama Ahok jauh lebih unggul dari dua penantang lainnya yang hanya mampu mendulang 16 hingga 28 persen suara.
Dalam hal agama, Ahok-Djarot dipilih oleh 38,5 persen pemilih beragama Islam, lebih tinggi dari Agus-Sylvi (26,2 persen) dan Anies-Sandiaga (23,7 persen).
Pemilih Islam mengisi 85,5 persen responden, sementara Protestan dan Katolik 11,4 persen. Ahok-Djarot didukung oleh 95,7 pemilih beragama Kristen dan Katolik.
Jika diukur dari etnisitas, Ahok-Djarot terutama kuat di etnis Batak, Tionghoa, dan Jawa. Kelompok etnis Betawi diperebutkan Ahok-Djarotdan Agus-Sylvi. Sementara etnis Batak diperebutkan oleh Ahok-Djarotdan Anies-Sandi.
Selain itu, SMRC juga menemukan bahwa Ahok-Djarot cennderung memperebutkan masyarakat yang kurang berpendidikan dengan Agus-Sylvi. Sementara yang berpendidikan tinggi lebih banyak memilih Ahok-Djarot, disusul pemilih Anies-Sandi.
Ahok-Djarot dan Anies-Sandi juga bersaing kuat di pemilih dengan pendapatan tinggi. Pedagang menengah ke bawah dan PNS juga menjadi kelompok yang diperebutkan Ahok-Djarot dan Anies-Sandi.
Adapun ibu rumah tangga dan kalangan profesional, diperebutkan Ahok-Djarot dan Agus-Sylvi. (Baca: Jelang Pilkada, Waspadai Lembaga Survei Merangkap Konsultan Politik)
Naiknya nama Agus
Dalam survei lain, Agus-Sylvi biasa menjadi kuda hitam, memperoleh elektabilitas terakhir. Lembaga Survei Indonesia (LSI), misalnya, mencatat elektabilitas Agus-Sylvi 19,3 persen. Lebih kecil dari Ahok-Djarot (31,4 persen) dan Anies-Sandi (21,1 persen).
Media Survei Nasional (Median) juga menunjukkan hal serupa, Agus-Sylvi (21 persen) lebih rendah dari Ahok-Djarot (34,2 persen) dan Anies-Sandi (25,4 persen).
Adapun Populi Center sebelumnya mengumumkan perolehan suara Agus-Sylvi (15,8 persen) jauh dari petahana Ahok-Djarot (45,5 persen) dan Anies-Sandi (23,5 persen).
SMRC kini menunjukkan dalam survei head-to-head, Agus-Sylvi lebih tinggi dari Anies-Sandi. Sebanyak 37,2 persen memilih Agus sementara 34,0 persen memilih Anies. Sisanya tidak tahu atau rahasia.
Sebanyak 30,5 persen pemilih Agus-Sylvi memilih karena orangnya tegas dan berwibawa. Lalu 13,6 persen memilih karena berasal dari keluarga tokoh politik atau masyarakat, dan 10,4 persen memilih karena orangnya pintar atau berpendidikan. Adapun 3,6 persen memilih karena enak dipandang.
“Sebelumnya enggak pernah disebut-sebut langsung tinggi. Yang paling banyak tentu saja faktor bapaknya. Kemudian yang diidentifikasi masyarakat soal gantengnya,” kata Sirojudin.
Tiga penyebab elektabilitas Agus lebih tinggi dari Anies antara lain karena faktor Susilo Bambang Yudhoyono, ketampanan, dan paparan media yang lebih besar dari Anies. (Baca: KPU DKI: Lembaga Survei Tidak Boleh Jadi Corong Kepentingan Politik)
Popularitas Agus
Dalam survei popularitas, 100 persen responden mengenal Ahok dan 63 persen menyukainya. Ahok disusul oleh Agus dengan 89 persen responden mengenalnya dan 54 persen menyukainya. Adapun Anies diketahui oleh 79 responden dan 62 persen menyukainya.
Kendati elektabilitas Ahok masih lebih tinggi dari kedua penantangnya, Sirojudin mengatakan kedua penantang ini menunjukkan kinerja cukup baik dalam sosialisasi mengingat mereka relatif baru dalam kontestasi Pilkada DKI.
“Terutama pasangan Agus-Sylvi yang lebih baru dalam sosialisasi sebagai pasangan, perolehan dukungan terhadap mereka cukup kompetitif, terutama kalau dibandingkan dengan Anies yang relatif lebih lama dikenal publik dan pasangannya Sandi yang lebih dulu melakukan sosialisasi untuk Pilkada Jakarta,” kata Sirojudin.
Tantangan bagi Agus dan Anies untuk mengejar ketertinggalan suara disebut akan sulit karena survei juga menunjukkan bahwa 70 persen responden menyatakan kemungkinan besar tidak akan mengubah pilihannya pada saat pemilihan nanti. Hanya 29 persen yang menyatakan mungkin untuk mengubah pilihan.
Kendati demikian, bukan tak mungkin perubahan dukungan pemilih secara signifikan akan terjadi. Agus meyakini ia dan Sylviana Murnimemiliki cukup waktu untuk menyalip Ahok-Djarot.
Ia mengatakan perjuangan masih panjang. Banyak yang bisa dilakukan seperti menyapa masyarakat, dan mengenalkan profil serta pemikiran.
“Saya bersyukur, saya monitor dan tentu harapan saya, saya bisa terus melakukan banyak hal untuk bisa meningkatkan elektabilitas,” kata Agus, usai mengunjungi makam Pitung, di Rawa Belong, Jakarta Barat, Kamis (20/10/2016).
Adapun Sandiaga yang dalam survei-survei terdahulu namanya merangkak naik mendekati petahana, dalam survei SMRC bersama pasangan cagubnya Anies Baswedan berada di posisi akhir. Sandiaga mengatakan ini jadi cambuk untuk menyusun strategi lebih baik.
“Ini berarti kami harus kerja lebih keras lagi. Dan dari survei sebelumnya berartikan kami turun, jadi tim lagi mengkaji apa fenomena ini dan ini harus jadi cambuk untuk lebih kerja keras,” kata Sandi di Rusun Dakota, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis.