DPR mendukung langkah pemerintah yang berencana mengenakan pajak tidak hanya kepada layanan over the top (OTT), tetapi juga akun yang menjual barang dan jasa di media sosial termasuk selebriti Instagram (selebgram).
Anggota Komisi I DPR, Evita Nursanty, mengemukakan langkah pemerintah untuk menarik pajak dari seluruh akun yang menjual barang dan jasa di media sosial dinilai sebagai langkah yang tepat. Selama ini, seluruh akun yang menjual barang dan jasa tersebut tidak pernah dikenakan pajak oleh pemerintah.
“Menurut saya ini langkah yang tepat ya, sehingga pemerintah harus segera menarik pajak dari mereka [OTT & selebgram],” tuturnya kepada Bisnis/JIBI di Jakarta, Minggu (23/10/2016).
Seperti diketahui, pemerintah selama ini kewalahan untuk menarik pajak dari media sosial yang kini telah berubah menjadi pasar yang sangat besar untuk melakukan berbagai macam transaksi online. Padahal, pemerintah kemungkinan bisa mendapatkan pemasukan hingga mencapai angka sebesar US$1,2 miliar atau setara Rp15,6 triliun jika bisa menarik pajak dari kegiatan di media sosial seperti yang dilakukan selebgram.
Salah satu rencana yang akan dilakukan oleh pemerintah untuk menarik pajak dari kegiatan selebgram atau artis media sosial adalah mengecek alamat selebriti tersebut. Setelah itu, Ditjen Pajak akan mengecek nomor pokok wajib pajak (NPWP) selebriti dan mengirimkan surat untuk membayar pajak ke alamat yang tertera.
Menyikapi hal tersebut, Youtuber Indonesia Bayu Skak juga mendukung langkah pemerintah yang berencana menarik pajak kepada seluruh orang yang akun media sosialnya digunakan untuk menjual barang dan jasa. Dia sendiri mengaku tidak keberatan jika diwajibkan oleh pemerintah agar membayar pajak untuk pemasukan negara.
“Pendapatan dari YouTube sangat lumayan sebenarnya, jadi menurut saya tidak masalah kalau pemerintah mau menarik pajak dari Youtuber. Saya sendiri sudah bayar pajak sejak 2013 waktu menjadi Youtuber,” katanya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Ken Dwijugiasteadi mengemukakan pemungutan pajak yang akan diterapkan kepada penjual barang/jasa di media sosial sebenarnya tidak berbeda dengan pajak bagi pengusaha lainnya.
Hal ini sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No. 46/2013 tentang Pajak Penghasilan (PPh) atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Dalam PP itu, tarif pajak yang akan dikenakan kepada akun penjual barang dan jasa di media sosial sesuai ketentuan mengenai pajak penghasilan.