topikindo.com – SETYA Novanto adalah sosok yang tak pernah lepas dari kontroversi, termasuk yang dibuatnya dalam ajang Munaslub Partai Golkar di Bali, yang mengantarkannya menjadi Ketua Umum Golkar masa bakti 2016-2019. Selama 17 tahun berkarier di dunia politik (sejak 1999), mantan Ketua DPR itu terseret paling tidak tujuh kasus, baik perkara etika maupun pidana. Meski demikian, Novanto belum pernah dinyatakan bersalah dalam kasus hukum apa pun.
Karena itulah banyak yang menyebutnya “The Untouchable” alias tak tersentuh. Kontroversi Novanto yang paling menyita perhatian adalah kasus pencatutan nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla saat meminta jatah saham PT Freeport Indonesia.
Kasus ini membuat marah Presiden. Novanto juga sering bolak balik ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa sebagai saksi karena namanya disebut dalam berbagai kasus, seperti korupsi e-KTP, suap Ketua MK Akil Mochtar, hingga kasus PON Riau.
Dalam kasus suap PON Riau, KPK mendalami keterlibatan Novanto dengan menggeledah ruang kerjanya di lantai 12 Gedung DPR pada 19 Maret 2013 . Penggeledahan itu merupakan pengembangan kasus yang menjerat mantan Gubernur Riau Rusli Zainal, yang juga politikus Partai Golkar. Novanto membantah terlibat. Dia juga menyangkal pernah menerima proposal bantuan dana APBN untuk keperluan PON Riau atau memerintahkan Dinas Pemuda dan Olahraga Riau menyerahkan uang suap agar anggaran turun.
Dalam kasus Akil Mochtar, lelaki yang juga pengusaha sukses itu pernah diperiksa sebagai saksi dalam perkara suap, gratifikasi, dan pencucian uang terkait sengketa pemilihan kepala daerah yang bergulir di Mahkamah Konstitusi.
Akil juga mantan politikus Golkar. Nama Novanto sempat disebut dalam rekaman pembicaraan antara Akil dan Ketua DPD Golkar Jatim sekaligus Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Jawa Zainuddin Amali.
Pesan BBM tersebut berisi permintaan uang Rp 10 miliar dari Akil kepada Zainuddin. Saat dikonfirmasi mengenai pesan BBM ini, Novanto membantah ada permintaan uang dari Akil. Sementara dalam kasus e- KTP, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin menyebut Novanto dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai pengendali proyek e- KTP. Nazaruddin menuding Novanto membagi-bagi fee proyek e-KTP ke sejumlah anggota DPR.
Novanto juga disebut mengutak-atik perencanaan dan anggaran proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut. Terkait proyek e- KTP, Novanto membantah terlibat, apalagi membagi-bagikan fee.
Dia mengaku tidak tahumenahu soal proyek itu. Tak hanya itu, pria kelahiran Bandung, 12 November 1954 tersebut juga sempat membuat heboh publik tatkala hadir dalam kampanye bakal calon presiden AS dari Partai Republik, Donald Trump. Jauh sebelumnya, nama Novanto pernah disebut dalam sejumlah kasus hukum. Pada 2001, dia menjadi salah satu saksi dalam persidangan kasus hak piutang (cessie) PT Bank Bali kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).
Dalam perkara itu dia pernah ditetapkan sebagai tersangka, namun status itu kemudian dicabut oleh Kejaksaan Agung.
Penyelundupan Beras
Kasus lain yang pernah menyeret nama Novanto yaitu penyelundupan 60 ribu ton beras dari Vietnam, yang ditangani Kejaksaan Agung pada 2005. Serupa dengan kasus sebelumnya, dia mengelak terlibat.
Munaslub Golkar yang digelar di Nusa Dua, Bali pada 15-17 Mei 2016 pun tak lepas dari kontroversinya. Sejak awal Munaslub digelar, muncul wacana pemilihan ketua umum akan digiring ke arah aklamasi melalui sistem pemilihan secara terbuka. Novanto pun berhadap-hadapan dengan tujuh calon lain yang menolak pemilihan ketua umum dilakukan secara terbuka.
Upaya penggiringan yang disebut untuk memenangkan salah satu orang dekat Aburizal Bakrie itu, dilakukan saat DPD I memberi pandangan umum dalam sidang paripurna.
Berkaitan dengan ini, kabar politik uang pun berembus. DPD I yang memberi pernyataan dukungan saat sidang, disebut akan mendapat imbalan Rp 3 miliar. Namun, ini dibantah Novanto dan tim suksesnya.
Terkait pertemuan antara dia dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan, Novanto membantah, meski Luhut menyebut mereka memang bertemu.
Dalam pertemuan itu, Luhut memberi pesan yang diklaim dari Presiden Joko Widodo, bahwa ketua umum terpilih sebaiknya tidak rangkap jabatan. Ini disebut-sebut sebagai istarat untuk menghambat pesaing terberat Novanto, Ade Komarudin, yang dikabarkan didukung Wapres Jusuf Kalla. Entah benar atau tidak manuver itu, yang jelas Novanto akhirnya ditetapkan sebagai Ketua Umum Golkar setelah mengantongi dukungan 277 suara dari total 554 pemilik suara.